Kisah Inspirasi Hikmah

Renungan Untuk Perempuan: Jangan Bebani Calon Suamimu Dengan Ini

Renungan Untuk Perempuan: Jangan Bebani Calon Suamimu Dengan Ini

Salah satu yang mesti disiapkan (dan juga dibicarakan) oleh pasangan yang hendak menikah adalah mahar pernikahan. Secara singkat, mahar atau mas kawin adalah sejumlah harta yg diberikan oleh (calon) pengantin pria kepada (calon) pengantin wanita pada saat pernikahan. Nominal dan jenis mahar disampaikan/diucapkan pada saat ijab kabul dan biasanya diserahkan usai prosesi ijab kabul selesai.
Renungan Untuk Perempuan: Jangan Bebani Calon Suamimu Dengan Ini

Pertanyaannya, berapa/apa mahar yg terbaik yg mesti disiapkan untuk pernikahan?

Mari kita rujuk beberapa referensi berikut mengenai mahar.
- "Sebaik-baik perempuan adalah yang paling murah maharnya." (HR. ibnu Hibban, Hakim, Baihaqi, Ahmad)

- "Tiada sah pernikahan kecuali dengan (hadirnya) wali dan dua orang saksi dan dengan mahar (mas kawin) sedikit maupun banyak." (HR. Ath-Thabrani)

- Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya." 'Urwah berkata, "Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan." (HR. Ahmad)

- "dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (An Nisa(4):24)

Dari referensi2 di atas, tidak ada rujukan resmi mengenai apa atau berapa besar mahar yg mesti disiapkan. Bahkan Rasululloh SAW mengijinkan sahabatnya, yg kekurangan materi, untuk menggunakan hafalan Al Quran sebagai mahar, sebagaimana referensi berikut:

Hadits riwayat Sahal bin Sa`ad Radhiyallahu'anhu, ia berkata:
"Seorang wanita datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan berkata: Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memandang perempuan itu dan menaikkan pandangan serta menurunkannya kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala. Melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak memutuskan apa-apa terhadapnya, perempuan itu lalu duduk.

Sesaat kemudian seorang sahabat beliau berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, jika engkau tidak berkenan padanya, maka kawinkanlah aku dengannya. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bertanya: Apakah kamu memiliki sesuatu? Sahabat itu menjawab: Demi Allah, tidak wahai Rasulullah! Beliau berkata: Pulanglah ke keluargamu dan lihatlah apakah kamu mendapatkan sesuatu? Maka pulanglah sahabat itu, lalu kembali lagi dan berkata: Demi Allah aku tidak mendapatkan sesuatu! Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Cari lagi walaupun hanya sebuah cincin besi! Lalu sahabat itu pulang dan kembali lagi seraya berkata: Demi Allah tidak ada wahai Rasulullah, walaupun sebuah cincin dari besi kecuali kain sarung milikku ini!

Sahal berkata: Dia tidak mempunyai rida` (kain yang menutupi badan bagian atas). Berarti wanita tadi hanya akan mendapatkan setengah dari kain sarungnya. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bertanya: Apa yang dapat kamu perbuat dengan kain sarung milikmu ini? Jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak memakai apa-apa. Demikian pula jika wanita itu memakainya, maka kamu tidak akan memakai apa-apa. Lelaki itu lalu duduk agak lama dan berdiri lagi sehingga terlihatlah oleh Rasulullah ia akan berpaling pergi.

Rasulullah memerintahkan untuk dipanggil, lalu ketika ia datang beliau bertanya: Apakah kamu bisa membaca Alquran? Sahabat itu menjawab: Saya bisa membaca surat ini dan surat ini sambil menyebutkannya satu-persatu. Rasulullah bertanya lagi: Apakah kamu menghafalnya? Sahabat itu menjawab: Ya. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Pergilah, wanita itu telah menjadi istrimu dengan mahar mengajarkan surat Alquran yang kamu hafal."
(Shahih Muslim no:1425)

Bahkan, dalam salah satu riwayat, disebutkan bahwa mahar pernikahan Ummu Sulaim adalah suaminya masuk Islam, sebagaimana saya kutip dari sini.

Ummu Sulaim juga tidak menerima lamaran-lamaran yang datang kepadanya sehinggalah Anas berusia cukup dewasa. Beliau kemudiannya dilamar oleh Abu Talhah Al-Anshary yang ketika mengajukan lamaran tersebut masih seorang musyrik. Ummu Sulaim dituntut untuk mempertimbangkan lamaran lelaki tersebut kerana Abu Talhah merupakan seorang yang berpengaruh di dalam masyarakat. Ketika Abu Talhah menemui beliau buat kali kedua untuk tujuan yang sama, Ummu Sulaim menjawab lamaran tersebut dengan berkata

"Wahai Abu Talhah, lelaki seperti engkau tidak layak untuk ditolak. Tetapi engkau seorang kafir, sementara aku wanita Muslimah dan tidak mungkin bagiku untuk menikahi engkau"

" Apa yang perlu kulakukan untuk tujuan itu?" tanya Abu Talhah.

"Hendaklah engkau menemui Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam" Jawab Ummu Sulaim.

Abu Talhah segera beranjak untuk menemui Rasulullah yang ketika itu sedang duduk di tengah-tengah para sahabat. Ketika melihat kehadiran Abu Talhah, baginda Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Abu Talhah mendatangi kalian, dan tanda-tanda keislaman tampak di antara kedua matanya". Abu Talhah memberitahu Rasulullah apa yang dikatakan Ummu Sulaim. Akhirnya, Abu Talhah memeluk Islam di hadapan baginda dan para sahabat. Beliau juga bersetuju menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keIslamannya. Ummu Sulaim berkata kepada anaknya, " Wahai Anas, bangkitlah dan nikahkanlah Abu Talhah".

Tentang kisah pernikahan yang diberkati ini, Tsabit bin Aslam Al-Banany, salah seorang Tabi'in berkata, "Kami tidak pernah mendengarkan mahar yang lebih indah dari maharnya Ummu Sulaim, iaitu Islam!" (Shifatush Shafwah, 2/66; Siyar A'lamin-Nubala', 2/29)

Referensi lain:

- "Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur'an yang dihafalnya." (HR. Bukhari & Muslim)

Namun, seiring perjalanan waktu dan budaya serta adat istiadat setempat, mahar bukanlah sesuatu yg se-sederhana dan se-simple seperti jaman dulu. Bahkan, konon mahar Muhammad (beliau belum menjadi Rasul dan Nabi) saat melamar Siti Khadijah pun tidaklah sesimple dan sesederhana yg beliau ajarkan dan sampaikan sebagaimana referensi2 di atas. Hewan unta sebanyak 100 ekor (dari referensi lain 20 ekor unta) diserahkan Muhammad untuk mempersunting dan menikahi Siti Khadijah.

Saya sendiri sempat tersenyum ketika ada yg mengatakan bahwa 100 (atau 20) ekor unta itu mahar Rasululloh SAW yg mesti diteladani. Dalam artian, mahar mestilah harta yg banyak. Mengapa saya tersenyum? Pertama, karena seperti saya tulis di atas, saat Rasululloh SAW menikahi Siti Khadijah, beliau BELUM menjadi Rasul dan Nabi. Dengan demikian, mahar beliau BUKAN KEWAJIBAN (ataupun sunnah) yg mesti diikuti. Kedua, Rasululloh SAW sendiri sudah memberikan referensi ttg kriteria mahar sebagaimana saya tulis di atas.

Meski demikian, saya tetap menghormati para (calon) pengantin pria yg hendak memberikan mahar yg nilainya banyak kepada istrinya.

Yang mesti diperhatikan adalah:
1. Mahar = hak istri. Apabila maharnya berbentuk harta, suami tidak boleh (dilarang) menggunakan mahar tanpa persetujuan istrinya. Kecuali mahar berbentuk sajadah atau Al Quran, suami boleh2 saja menggunakan untuk sholat atau membaca Quran.

2. Apabila suami istri bercerai dikarenakan tuntutan perceraian dari sang istri, maka istri mesti mengembalikan mahar yg pernah dia terima.

Rasulullah SAW bersabda,"Bahwa ketika istri Tsabit bin Qais Al-Anshari r.a menyatakan tidak bisa melanjutkan rumah tangga dengannya karena tidak mencintainya, dan ia bersedia menyerahkan kembali kebun kepadanya yang dulu dijadikan sebagai mahar pernikahannya. Beliau menyuruh Tsabit untuk menceraikannya, maka Tsabit pun melaksanakannya." (HR. AL-BUKHARI).

3. Besaran mahar bisa disepakati (calon) pengantin pria dan (calon) pengantin perempuan. Intinya yg bisa dipenuhi oleh cp pria namun mengangkat harga diri dan harkat martabat cp perempuan.

4. Mahar JANGAN dijadikan beban atau alasan untuk menunda pernikahan (seperti halnya resepsi).

5. Saya pernah menemui berita mengenai mahar seorang perempuan = perusahaan dan harta benda yg cukup besar. Mahar ini digunakan untuk berbisnis dan mengembangkan usahanya.

Semoga bermanfaat.

Baca Juga >>> SUAMI ISTRI WAJIB BACA: Begini Cara Agar Rumah Tangga Bahagia

Berbagi itu Berkah:

Next
This Is The Current Newest Page
Previous
Previous Post »

Tidak ada komentar

Copyright © Kisah Inspirasi Hikmah - All Rights Reserved
Beranda | About | Contact | Disclaimer | Privacy Policy